Jumat, 09 Desember 2016

PENTINGNYA KESADARAN KONSUMEN AKAN BAHAYA PEWARNA MAKANAN SINTESIS

Keamanan penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan masih dipertanyakan di kalangan konsumen. Banyak konsumen yang tidak mengetahui tentang pewarna makanan Sintesis seperti bagaimana cara membedakan nya dan dampak bagi kesehatan.
Secara umum zat pewarna pada makanan digolongkan menjadi dua kategori yaitu zat pewarna alami dan zat pewarna sintetis. Zat pewarna alami merupakan zat pewarna yang berasal dari tanaman atau buah-buahan. Zat pewarna sintesis merupakan zat pewarna yang berasal dari bahan sintesis atau bahan – bahan kimia yang biasa disebut dengan pewarna tekstil.
 Secara kuantitas pemakaian zat pewarna alami harus lebih banyak penggunaan nya untuk menghasilkan tingkat warna yang baik jika untuk dilihat secara penampakan nya, Zat pewarna alami menghasilkan warna yang lebih pudar dan terkadang kurang stabil dibandingkan dengan zat pewarna sintesis karena zat pewarna sintesis apabila hanya menggunakan sedikit saja warna yang dihasilkan sudah sabgat bagus dan menarik perhatian namun tetap saja pewarna sintesis tidak baik dan tidak aman bagi kesehatan konsumen.
Zat warna menurut Witt (1876:70) merupakan gabungan zat organik tidak jenuh, kromofor dan auksokrom. Zat organik tidak jenuh adalah molekul zat warna yang berbentuk senyawa aromatik yang terdiri dari hidrokarbon aromatik, fenol dan senyawa yang mengandung nitrogen. Kromofor adalah pembawa warna sedangkan auksokrom adalah pengikat antara warna dengan serat.
Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85 menetapkan 30 zat pewarna berbahaya. Rhodamine B termasuk salah satu zat pewarna yang dinyatakan sebagai zat pewarna berbahaya dan dilarang digunakan pada produk pangan. Namun tetap saja penyalahgunaan zat pewarna makanan sintesis seperti rhodamine B dan metanil yellow selalu dan masih digunakan di kalangan masyarakat khususnya para pedagang atau penjual makanan dan minuman.
Pedagang atau penjual makanan atau minuman tersebut masih tetap mempertahankan untuk menggunakan zat pewarna sintesis tersebut karena faktor keuntungan, karena harga zat pewarna sintesis yang lebih murah dibandingkan dengan zat pewarna alami sehingga akan mendapatkan keuntungan yang lebih meskipun makanan dan minuman itu nantinya akan mengakibatkan efek yang tidak baik bagi kesehatan.
Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri tekstil dan kertas. Zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang penggunaannya pada makanan melalui Menteri Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85. Rhodamin B ini juga adalah bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pewarna dasar dalam tekstil dan kertas. Pada awalnya zat ini digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai keperluan yang berhubungan dengan sifatnya dapat berfluorensi dalam sinar matahari.
Metanil yellow merupakan bahan pewarna sintetik berbentuk serbuk, berwarna kuning kecoklatan, bersifat larut dalam air dan alkohol, agak larut dalam benzen dan eter, serta sedikit larut dalam aseton. Pewarna ini umumnya digunakan sebagai pewarna pada tekstil, kertas, tinta, plastik, kulit, dan cat, serta sebagai indikator asam-basa di laboratorium.
KUNING METANIL "DILARANG D1GUNAKAN DALAM OHAT, KOSMETIK, MAKANAN DAN MINUMAN".(Permenkes No. 239/Menkes/Per/V/85 tentang Zat . Tertentu yang dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya).
Untuk pewarna makanan yang menggunakan warna kuning disarankan memakai pewarna alam atau pewarna sintetik yang aman sesuai dengan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan

Penggunaan Rhodamine B dalam produk pangan dilarang karena bersifat karsinogenik kuat, dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati hingga kanker hati (Syah et al. 2005). Paparan kuning metanil dalam waktu lama (kronis), dapat menyebabkan kanker pada saluran kemih dan kandungan kemih.

Tidak ada komentar: